Rabu, 27 September 2017

Suka Duka Naik Bus dari Medan ke Yogyakarta

Asmarainjogja.id - Perjalanan jauh saya sudah merasakan naik pesawat, naik motor, dan terakhir kalinya naik bus. Nah, naik bus cukup seru untuk diceritakan, mulai dari kesal, sedih, dan bahagia. Tanggal 13 Juli 2016, tiket pesawat dari Medan ke Yogyakarta, harganya selangit, sampai dua jutaan. Mahal, kan? Ya, mungkin karena arus balik mudik.
Akhirnya saya memilih naik bus saja. Karena kursi penuh, saya hanya ada kesempatan untuk mendapatkan kursi paling belakang dekat pintu belakang bus. Terbayang dong, betapa letihnya seandainya saya mau duduk berhari-hari di sana sampai ke Yogyakarta. Jadi saya putuskan mencari loket bus yang lain.
Carier yang super gede dipikul lagi, dan membawa setenteng kardus yang isinya buku semua, saya keluar dari loket bus yang ternama itu. Saat menunggu angkot menuju loket berikutnya, calo liar sudah membujuk saya, menawari bus yang sama. Namun tetap saya tolak, karena percuma saja, toh bus sudah penuh, lagian tidak ada tiketnya.
“Abang jangan khawatir, ada jatah sopir untuk penumpang,” kata calo liar itu pada saya.
Mau jatah sopir atau apapun itu, ya dari loketnya saja sudah penuh kok, mau bagaimana lagi coba? Duh... ini mah cuma akal-akalan dia saja, biar dapat uang masuk. Pasti ujung-ujungnya duduk di kursi belakang dekat pintu belakang. Eh... setelah menggali informasi terus ternyata benar.
Tidak jauh dari loket pertama, saya pun turun dari angkot langsung menuju ke loket bus ke dua, yang masih di Jln. Sisingamangaraja, Marindal, Medan.
“Mau kemana?” tanya salah satu pria petugas loket di sana.
“Ke Yogyakarta, Bang,” jawab saya, tanya saya kemudian, “kapan bus berangkat?”
“Naik bus abang aja, coba telpon dulu!” kata dia lagi pada temanya.
Temannya tadi langsung menelpon.
Ucapnya kemudian, “Sekarang berangkat, sebentar lagi. Macet jalan, duduklah dulu!”
Baiklah, saya pun duduk tepat di depan meja loket, yang petugasnya sangat sibuk. Petugas loket di sini semua pria dengan wajah yang cukup angker. Sedangkan di loket bus pertama tadi semua cewek dengan gaya yang cukup cuek kepada calon penumpang.
Beberapa menit kemudian mereka meminta ongkos bus, senilai Rp 750.000 dengan bus ac-toilet, bernomor bangku 35. Setelah menerima tiket bus, saya agak heran dengan tiket tersebut, kok nama tiket bus tersebut tidak Bus Pmtoh, di sana tertulis hanya Bis Cepat.
“Bang, naik bus apanya, Bus Pmtoh, kan?” tanya saya dengan kening berkerut.
“Iya, naik Bus Pmtoh. Bentar lagi datang bus kita, macet jalan,” jawabnya.
Uang itu langsung diterima oleh petugas loket Pmtoh yang sedang bertugas di balik meja kerjanya. Karena dalam benak saya, mana mungkin mereka berani macam-macam, kan saya langsung dari loket Pmtoh.
“Bang kita susul naik becak aja, bus kena macet di jalan. Nggak bisa bus masuk ke sini!” kata mereka.
“Lho, kenapa begitu, Bang? Kenapa nggak nunggu busnya di sini aja?”
“Ya, abang tau sendirilah jalan kan macet,” pungkasnya.
Seorang berkulit hitam dengan kemeja lengan pendek bermotif batik merah membantu saya menaikkan carier saya ke becak motor. Tidak jauh dari loket Pmtoh, jaraknya sekitar 200 meter, saya diturunkan di loket Bus Kurnia. Kecurigaan saya belum juga muncul, saya disuruh menunggu di warung depan loket Bus Kurnia itu.
Tidak berapa lama, karena perut belum diisi saya pun memesan mie pakai nasi dengan es teh. Ehhh... saat mie mulai dimasak, orang berkulit hitam tadi memanggil-manggil saya dari seberang jalan.
“Bus berangkat sekarang!” panggil dia.
Uchhh... saya buru-buru menggendong carrier ukuran 90 liter ke punggung, dan menenteng kardus di sebelah kanan.
“Mbak, maaf bus saya sudah berangkat, jadi gimana, nih?” saya mengadu pada warung yang sedang menyeduh teh.
“Ohh... nggak apa-apa, Bang,” jawabnya.
Setelah mengucapkan terima kasih, saya langsung cabut dari warung yang berada tepat di Loket Bus Kurnia tersebut. Tidak hanya sendiri, ada dua penumpang lainnya juga dari loket bus itu. Sebuah bus ALS sedang mengisi bahan bakar di SPBU, dan ternyata bus itulah yang mengantarkan saya ke Pulau Jawa.
Sebelum saya berbicara, orang tadi bilang, “Yang penting sampe ke Yogyakarta, nggak bangku tempel. Maklumlah sekarang masih waktu mudik, bus penuh semua.”
Ohhh... sial, kalau tahu bus ALS juga, ngapain juga saya harus keluar masuk loket bus, mencari bus yang masih ada kursinya.
Sebenarnya saya mau komplain, dan menolak keberangkatan naik bus ALS itu, tapi mengingat ongkos Rp 750.000 sudah dibayar, pasti sulit untuk kembali lagi. Uang sudah di tangan orang, cukup berat untuk kembali utuh. Dengan rasa kesal, saya pun naik bus ALS itu, dan digiring ke kursi belakang dekat pintu belakang bus. Dan tidak ada toiletnya.
Nah, di loket pertama tadi yaitu di Loket Bus ALS, tarif dari Medan ke Yogyakarta Bus ALS dengan fasilitas ac-toilet Rp 780.000, sedangkan kalau ac saja Rp 580.000. Jadi saya sudah rugi Rp 200.000. Wah... luar biasa sekali permainan mereka. Yang tidak membuat saya habis pikir adalah loket Bus Pmtoh, kenapa mereka mempertaruhkan nama besar mereka hanya untuk keuntungan kecil seperti ini. Padahal saya mempercayakan bus Pmtoh dengan cara membeli tiket busnya langsung ke loket, tapi akhirnya jadi begini.
Kalau seperti itu, berarti orang-orang di Loket Bus Pmtoh di Jln. Sisingamangarja, Marindal, itu calo semua. Kalau tidak calo sebutan apa lagi untuk mereka? Jelas, uang saya diterima oleh petugas loket Bus Pmtoh.
Tiket tadi yang diberikan oleh loket Pmtoh diminta oleh kernet bus ALS. Marah, kesal, dan pikiran berkecamuk saat merebahkan diri di kursi. Setelah jalan bus ini, kami bertiga juga diminta untuk duduk di kursi di depan pintu belakang. Haihhhh... apa lagi ini coba? Tidak puas-puasnya mereka mempermainkan penumpang.
Penumpang yang menuju ke Bandar Lampung tadi bersikeras menolak untuk duduk di sana, katanya, “Saya bayar mahal-mahal, bahkan saya kasih lebih seratus ribu ongkosnya, biar saya bisa duduk di kursi. Bukan duduk di situ! Kalau masih maksa juga, saya telpon teman saya polisi, biar digeser loket Bus Pmtoh di Marindal itu.”
Ternyata penumpang yang duduk di sebelah saya itu korban kejahatan loket Bus Pmtoh juga. Karena dia tidak mau, kernet tadi malah memaksa saya juga.
“Abang duduk di sini, bukan duduk di sana! Kursi belakang uda dipesan,” katanya dengan wajah seram.
“Bang, saya ini perjalanan jauh, bukan dekat. Saya ke Jogja lho, masa iya saya berhari-hari duduk di kursi kayak gitu,” keras nada saya menjawab.
Sesampai di Tanjung Morawa, penumpang naik dengan kursi yang sempat dipesan di kursi yang kami duduki tadi. Terjadi juga adu mulut, antara penumpang yang baru naik, konduktor, dan kami berdua yang menolak digeser kursinya. Hingga akhirnya ada satu penumpang dari mereka yang mengalah duduk di kursi di dekat pintu.
Bus mulai melaju kencang di jalan raya, penumpang lain mulai menikmati perjalanan ini, sedangkan saya sendiri masih merutuk jengkel. Tanpa terasa, bus ini pun berhenti di rumah makan pemberhentian bus di Pematang Siantar. Para penumpang turun untuk mengisi perutnya, begitu juga dengan sopir dan kernet bus. Mereka mengecek bus mereka, mulai dari ban yang kurang angin, sampai remnya.
Saya tidak masuk ke rumah makan, hanya membeli sate di pinggir jalan, dan membeli beberapa botol minuman. Duhhh.. lontongnya kurang matang, terasa keras dilidah, tak apalah yang penting bisa mengganjal isi perut. Karena belum begitu kenyang, saya menambah kripik yang diberi kuah sate. Nah, itu cukup enak dan mengenyangkan. Sukurnya total harganya lumayan murah hanya Rp 12.000.
Kalau berhenti di rumah makan bus, itu harga harga nasi plus lauknya lumayan mahal. Contohnya saja waktu saya makan di pemberhentian Bus AlS di Palembang, makan nasi pakai ikan nila, ditambah es teh Rp 35.000. Mahal juga, kan?
  Nah, karena bus itu tidak ada toiletnya, jadi penumpang yang ingin buang air kecil atau buang air besar harus menunggu bus berhenti di SPBU, loket ALS, atau sedang menaikkan/menurunkan penumpang, barulah penumpang bisa mengeluarkan isi perutnya. Ya, tahu sendirilah setiap masuk toilet kan tidak gratis, bayar Rp 2.000. Jadi selama perjalanan dari Medan ke Yogyakarta, uang kecil mesti disiapkan deh khusus untuk masuk kamar mandi.
Berhari-hari di bus, terasa pegal badan, dan tentunya cukup membosankan. Jadi biar tidak bosan, saya mengobrol-ngobrol dengan penumpang lainnya. Pemandangan yang bagus itu di saat bus, saat di pagi hari, di mana sang surya mulai menyinari bumi ini dengan sinarnya yang begitu lembut, dan bus yang ditumpangi melaju kencang dengan normal. Wissshhh... mantap deh.
Nah, jalur yang ditempuh bus saya itu dari Medan-Pematang Siantar-Pekanbaru-Jambi-Palembang-Bandar Lampung. Nah, ini disebut pula lintas timur. Berbagai kota dilewati dengan jalur darat ini, dan pastinya pemandangan yang lumayan indah bisa terlihat dari kaca bus.
Dan yang paling mengesankan adalah saat menyeberangi selat sunda, dari pelabuhan Bakauheni ke Pelabuhan Merak. Saat itu bus dinaikkan ke kapal feri pada pukul dua pagi. Di kapal feri penumpang turun berhamburan keluar, menaiki tangga menuju kantin feri. Dan ada juga yang hanya duduk santai atau berdiri merasakan angin laut, sembari menatap kerlap-kerlip lampu puluhan lampu kapal yang menyebrang.
Perjalanan kapal feri itu sekitar tiga jam, baru tiba di Pelabuhan Merak. Saya sendiri menghabiskan waktu dengan seorang penumpang dari Medan ke Jakarta dengan kopi panas di atas tempat kapal sekoci diturunkan. Nah, harga kopi di sana lumayan murah, hanya Rp 5.000, tapi tidak ditambah gula. Kopi dalam sachet itu dituang langsung ke gelas plastik isi ulang. Makanya murah, dan agak pahit rasanya.
Kami mengobrol sembari tertawa dalam alunan musik penyanyi di atas kapal. Jadi di atas kapal feri itu ada hiburan begitu, seperti orgen tunggal, lengkap dengan biduannya. Tanpa terasa, tiba kami di Pelabuhan Merak. Dan bermacam kendaraan keluar dari perut kapal feri yang super besar itu.
Di loket bus ALS Merak, penumpang ke arah Jakarta dan yang menuju ke Jawa dipisahkan. Istilahnya adalah kami ditransit, atau dioper ke bus ALS lainnya yang menuju ke Jawa. Jadi kami yang sudah akrab dan saling mengenal satu sama lain dengan penumpang ke Jakarta harus berpisah. Sayonaraaa...
Hari begitu cerah, sang mentari membasuh batavia, bus kedua yang saya tumpangi ini melaju dengan kencang di jalan tol. Hamparan sawah di sebelah kiri tampak keememasan karena cahaya mentari pagi, sedangkan di sebelah kanan saya menjulang tinggi gedung-gedung pencakar langit. Ada kedamaian di sana, ketenangan yang saya rasakan di atas bus itu, meskipun harus capek-capek tadi memindahkan barang.
Siang pun beranjak, bus itu tenyata tidak sehat. Di daerah Indramayu, bus itu terpaksa berhenti untuk diperbaiki. Penumpang pun turun tepat di depan warung kecil. Di warung kecil itu pula saya makan bersama penumpang lainnya. Hmmm... setelah makan, saya ke kamar mandi, membasuh mulut, baru saya sadar air di sini rasanya asin. Ya, mungkin karena dekat laut itu ya? Jadi air di sekitar ini rasanya payau.
Saya pikir, ini adlah bus terakhir yang mengantarkan saya ke Yogyakarta. Eh... ternyata saya keliru. Sampai di Berebes, di sebuah rumah makan, tempat pemberhentian Bus ALS, penumpang menuju ke Yogyakarta dioper lagi ke bus Kurnia Jaya. Waktu itu saya sedang mandi, dan itu mandi yang kedua kalinya. Saya dipanggil dan dicari-cari oleh kernet dan seorang penumpang kenalan baru saya yang naik dari Bandar Lampung Menuju ke Ngawi.
Ya, karena apa boleh buat saya harus memindahkan barang-barang saya lagi, dan terpaksa bersayonara dengan kenalan-kenalan baru antar penumpang ALS itu. Kalau sudah sampai daerah sini, setidaknya saya sudah mulai tenang, sebentar lagi juga sampai di Yogyakarta. Nah, dari luar Bus Kurnia Jaya itu keren dan bagus banget kelihatnnya, sesampai memasuki busnya ternyata tidak ber-ac dan bertoilet, kursinya juga 3-2. Tapi bus itu kosong, sepi penumpang. Nah, penumpang yang dioper tadi, yang senasib dengan saya berselonjor kaki di karena kursinya yang begitu panjang.
Bus Kurnia Jaya ini rutenya lintas Selatan, sedangkan bus ALS rutenya lintas utara. Saya tidak tahu jelas kenapa dioper begitu, mungkin karena penumpang menuju ke arah Yogyakarta hanya 7 orang.
Ternyata oper-mengoper penumpang oleh bus ini tidak berhenti di situ saja, lewat dari Purwoketo, kami penumpang menuju Yogyakarta dioper lagi ke bus Mandala. Ini artinya saya sudah empat kali ganti bus dari Medan ke Yogyakarta. Baiknya bus ini ber-ac, ada toiletnya, dan masih baru, jadi bus ini melaju kencang seperti pelor. Tidak seperti bus-bus sebelumnya yang jalanya seperti siput dan berpenyakitan. Dan kami penumpang yang dioper tadi harus menambah Rp 10.000 per orang ke bus Mandala ini. Hingga akhirnya tibalah saya pukul 03:000 wib, tanggal 17 Juli 2016, di terminal Giwangan Yogyakarta. Jadi perjalanan saya dari Medan ke Yogyakarta itu lima hari. Lama juga, ya? Sampai sekarang masih terasa capeknya, bagian bokong juga agak pedih. Namun, suka duka naik bus dari Medan ke Yogykarta ini patut dikenang, ada keseruan dalam pengalamannya.[]
Penulis:  Asmara Dewo 

Suka Duka Naik Bus dari Medan ke Yogyakarta Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

2 komentar:

  1. Harrah's Joliet Casino Resort and Spa | Trip.com
    정읍 출장샵 hotel-and-spa 태백 출장샵 › hotel-and-spa Jul 9, 2016 — Jul 9, 2016 대구광역 출장샵 Harrah's Joliet Casino Resort and Spa: 경산 출장샵 Harrah's Joliet Casino Resort and Spa: Harrah's Joliet Casino Resort and Spa: Harrah's Joliet Casino Resort 경상북도 출장안마 and Spa: Harrah's Joliet Casino Resort and

    BalasHapus